Sampai kapan dunia yang diam akan mengkhianatimu, Gaza?

Jika diam adalah sebuah kejahatan, maka itu benar. Bagaimana bisa diam tak peduli pada kejahatan paling kejam yang disiarkan secara real-time, live, streaming, dapat diakses kapanpun, tentang pembunuhan massal, melalui udara, laut, dan darat, dengan sistematis? Bagaimana bisa diam tidak peduli melihat anak-anak kecil bahkan bayi kehilangan anggota badan? Bayi, balita, remaja, dan dewasa yang berubah menjadi tulang berbalut kulit, akibat kebijakan kelaparan para penjajah? Anak-anak, wanita, dewasa, orangtua yang dibunuh saat mengantri air akibat semua sumber air dihancurkan penjajah? Jika diam masih memiliki hati, ia akan menangis untuk Palestina.

Bumi Langit

7/30/20253 min read

Ini di Gaza, 2025. "Seorang gadis kecil meninggalkan tendanya saat fajar menyingsing, membawa jeriken untuk mencari air. Di bawah kondisi yang keras, ia tidak mendapatkan hak-hak paling sederhana di masa kanak-kanak, ketika ia seharusnya tidur dengan nyenyak atau bersiap-siap untuk mengikuti perkemahan musim panas seperti anak-anak lainnya." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17121)

Ini di Gaza, 2025. "Ghanem Al-Attar, yang memiliki gelar PhD di bidang hukum konstitusional internasional, terlihat berlari di jalanan Gaza untuk mencari beberapa tetes air minum... Sebuah pemandangan yang mencerminkan kekejaman perang yang tidak mengampuni siapa pun, tidak ada perbedaan antara yang berpendidikan dan yang tidak, tua atau muda... semua orang berlomba-lomba untuk bertahan hidup." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17089)

Ini masih di Gaza, 2025. "Di atas tanah dan di antara reruntuhan, gadis kecil ini berbagi sedikit makanan yang mereka miliki dengan saudara-saudaranya... Mereka bahkan tidak dapat mencapai tenda karena kelelahan dan kelaparan - namun tawa masih keluar dari wajah-wajah yang hanya mengenal pengungsian dan kesulitan." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17107)

Ini masih di Gaza, 2025. "Seorang anak kecil berdiri di depan pintu sebuah rumah di Gaza, meminta: 'Aku ingin sepotong roti'... Sebuah pemandangan yang menggambarkan kelaparan brutal yang melanda Jalur Gaza, di mana bahkan roti pun telah menjadi mimpi bagi anak-anak di bawah blokade yang mencekik dan kelangkaan makanan." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17120)

Ini masih di Gaza, 2025. "Hamza Abu Sultan, seorang anak dari Gaza, mengumpulkan tepung bercampur kerikil dari tanah untuk memberi makan saudara-saudaranya setelah ayahnya menjadi martir. Ia berkata: 'Mereka mencuri tepung itu dari saya... kami tidak punya apa-apa lagi untuk dimakan.'" (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17028)

Terjemahan video:

Hamza: "Saya pergi ke pusat distribusi untuk mendapatkan makanan untuk saudara-saudara saya. Ayah saya syahid enam bulan yang lalu, dan tidak ada yang pernah memeriksa kami atau peduli sejak saat itu. Saya berhasil dengan susah payah mendapatkan sekarung beras seberat 5 kg (sekitar 11 pon), tetapi dalam perjalanan pulang, saya diserang oleh preman yang memukuli saya dan merampasnya. Sekarang, saya belum berhasil kembali ke rumah dan tidak punya apa-apa yang bisa saya bawa untuk saudara-saudara saya yang sedang menunggu. Kami sama sekali tidak punya apa-apa untuk dimakan."

Jurnalis: "Apa yang Anda kumpulkan dari tanah?"

Hamza: "Saya mengumpulkan tepung dari tanah, penuh dengan kerikil dan pasir, kami akan mencoba untuk memakannya. Saya akan menyaringnya, tetapi akan tetap ada pasir di dalamnya."

Ini masih di Gaza, 2025. "Adegan memilukan dari seorang anak yang mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya yang telah syahid sambil menangis: 'Aku ingin bajunya, aku ingin aromanya...'. Yang ia minta hanyalah kemeja ayahnya yang berlumuran darah, sebuah jejak kenangan terakhir." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17144)

Terjemahan Video:

Ahmed: "Ayahku sudah tiada... bawakan aku sesuatu yang beraroma ayahku. Aku ingin aroma ayahku... Aku ingin aroma ayahku. Oh ayahku sayang, aku ingin sesuatu yang membawa aromamu."
Warga: "Bajunya berlumuran darah semua, aku bersumpah, berlumuran darah."
Ahmed: "Saya ingin darahnya. Saya ingin darahnya. Saya ingin darahnya. Saya ingin bajunya. Saya ingin bajunya, tolong, ambilkan. Semoga Allah menyertaimu."
Warga: "Ahmed, bajunya berlumuran darah..."
Ahmed: "Semoga Allah bersamamu, semoga Allah bersamamu, tolong ambilkan."
Warga: "Ini, saya bawakan sepatu botnya, saya bawakan sepatu botnya."
Ahmed: "Saya ingin bajunya. Saya ingin bajunya." [Berteriak dan memukuli wajahnya sendiri]
Paman Ahmad: "Sudah cukup, Ahmad."
Ahmed: "Aku mau bajunya."
Warga: "Ini, saya bawakan sepatunya."
Ahmed: [Menangis dan berteriak lebih keras]
Paman Ahmed: "Sudah cukup, Ahmad."
Ahmed: "Aku mau bajunya. Semoga Allah membalasmu, aku ingin bajunya." [Meminta kepada warga]
Warga: "Aku akan membawanya."
Ahmed: "Saya mohon, tolong bawakan baju itu. Semoga Allah melindungi anakmu, tolong bawakan." [Ahmed memohon kepada pamannya].
Paman Ahmed: "Ahmed, aku bersumpah kaos itu berlumuran darah semua."
Ahmed: "Semoga Allah melindungi anakmu, tolong bawakan." [Masih memohon kepada pamannya]
Paman Ahmed: "Baiklah, baiklah, aku bersumpah akan membawakannya untukmu."
Ahmed: "Tolong, bawalah."
Paman Ahmed: "Aku bersumpah akan membawanya."
Ahmed: "Semoga Allah membalas kebaikanmu, bawakan untukku."

Ini masih di Gaza, 2025. "Seorang gadis kecil memohon kepada ibunya yang syahid: 'Mama, tolong bangunlah... tolong tersenyum... Mustafa, tolong bangun'. Adegan memilukan dari seorang anak yang kehilangan kedua orang tua dan saudara laki-lakinya dalam serangan udara Israel, yang masih percaya bahwa ibunya hanya tertidur. Momen yang menggambarkan kepedihan yang tak tertahankan di Gaza yang dikepung." (Sumber: Eye On Palestine, https://t.me/Eyeonpalestine2/17085)

Terjemahan video:

[Berbicara kepada jasad ibunya]: "Mama, kumohon... Aku mohon, bangunlah... kumohon, bangunlah... Tolong bangun, cintaku ... Mama, kumohon tersenyumlah... Aku mohon, tersenyumlah untukku... kumohon... "

[Berbicara kepada Jurnalis]: "Aku kehilangan Mama, Papa, dan adikku... Mama baru saja memasuki bulan pertama kehamilannya... kami bahkan belum sempat merayakan kegembiraan..."

[Berbicara kepada jasad ibunya]: "Semoga Allah merahmati Mama, semoga Allah merahmati Mama..."

[Berbicara kepada Jurnalis]: "Kami semua duduk bersama... Saya duduk di samping Papa untuk beberapa saat, lalu saya pergi ke ruang tamu. Saya baru saja melihat ke lantai ketika saya mendengar suara. Sebuah ledakan... dan tangan saya mulai berdarah. Saya berlari sambil berteriak, 'Tolong saya, tolong saya, saya terkena ledakan!"'

[Berbicara kepada keluarganya yang syahid]: "Insya Allah, kita akan bertemu lagi di Surga Firdaus... Insya Allah, kita akan bertemu lagi di Surga Firdaus..."

[Berbicara kepada dirinya sendiri untuk berdzikir]: "Alhamdulillaah... Alhamdulillaah..."

[Berbicara kepada jasad adiknya]: "Cintaku, kau adalah cintaku... Mustafa. Mustafa, kumohon bangunlah...
Tersenyumlah... Kumohon padamu, tersenyumlah... Mustafa...
"

[Berbicara kepada dirinya sendiri untuk berdzikir]: "Cukuplah Allah bagiku, dan Dia adalah sebaik-baik Pengatur."

[Berbicara kepada jasad ibunya]: "Mama, sayangku... bangunlah..."

[Berbicara kepada dirinya sendiri untuk berdzikir]: "Allah cukup bagiku, dan Dia adalah sebaik-baik Pengatur segala urusan."

[Berbicara kepada jasad ibunya]: "Mama... Semoga Allah merahmati Mama."

[Menarik nafas dalam-dalam sambil mengajak dirinya untuk berdzikir]: "Alhamdulillaah... Alhamdulillaah..."